Selasa, 10 Juni 2014

PROPOSAL PENELITIAN (KONSEP AL-QURAN BERWAJAH PUISI H.B. JASSIN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENAFSIRAN AL-QURAN)



A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Al-Quran merupakan kitab suci yang keajaibannya tidak akan berakhir dan tidak akan pernah akan using, sebanyak apa pun uraian dan diskusi dilakukan terhadapnya.[1] Hal ini terbukti dengan catatan sejarah yang mengatakan bahwa telah banyak penelitian-penelitian, uraian-urain, bahkan temuan-temuan terbaru mengenai al-Qauran. Namun, meski telah banyak kajian yang membahas dan mengkaji –dengan berbagai sudut pandang— terhadap al-Quran,  seolah tidak ada habisnya pembahasan-pembahasan dan kajian-kajian tersebut. Sebaliknya, semakin banyak lahir ide dan pemikiran baru mengenai al-Quran.
Al-Quran bagi sementara orang dianggap sangat kacau dalam sistematikanya. Mereka berpendapat bahwa belum  lagi al-Quran selesai menjelaskan sutu uraian, tiba-tiba ia melompat ke uraian lain yang tidak berhubungan sedikit pun dengan urain yang baru saja dikemukakannya.[2]
Berkaitan dengan itu, para ulama terdahulu juga telah membahas masalah serupa mengenai kewajiban untuk mengikuti Al-Quran Mushaf Utsmani.[3] Terdapat tiga pendapat  terkait masalah iltizam dengan Al-Quran Mushaf Utsmani tersebut. Pertama, penulisan al-Quran haruslah mengikuti khat (kaligrafi) Mushaf Utsmani, meskipun khat tersebut menyalahi kaidah nahwiyyah dan sharfiyyah. Kedua, tulisan al-Quran boleh mengikuti kaidah nahwiyyah dan sharfiyyah meskipun menyalahi kaidah  khat Ustmani, karena untuk memudahkan para pembaca, terutama bagi para pemula dan dengan pertimbangan agar mengurangi adanya kemungkinan kesalahan dalam pembacaan al-Quran. Ketiga, al-Quran yang merupakan bacaan umum harus ditulis menurut kaidah  nahwiyyah dan sharfiyyah , namun harus senantiasa ada al-Quran yang ditulis berdasarkan khat Mushaf Utsmani sebagai barang yang selalu dipelihara dan dijaga. Namun pendapat paling rajih adalah pendapat pertama menurut Jumhur al-Ulama’ yang mengatakan bahwa wajib untuk mengikuti Rasm Ustmani dalam hal penulisannya.[4]
Menurut Bustami A. Gani penulisan mushaf dengan menggunakan rasm ustmani adalah taufiqi, artinya tidak dapat dirubah serta harus diikuti apa adanya. Tentang kedudukan  tauqifi-nya apakah menyeluruh mencakup tanda waqaf washal-nya, kaligrafinya, dan layout-nya ini yang masih belum jelas. Jika demikian, maka mushaf-mushaf yang ada sekarang ini tidak ada yang cocok dengan al-Quran Mushaf  Ustmani yang dimaksud[5]. Lalu terkait kebenaran apakah rasm ustmani full tauqifi seperti yang dijelaskan dimuka, mungkin perlu dikaji ulang dan penelitian  lebih lanjut.
Dalam keilmuan muslim dikenal tiga macam respsi dalam usaha memahami al-Quran, yaitu ; resepsi hermeneutik, resepsi estetis, dan resepsi sosial budaya. Dari ketiga resepsi tersebut telah banyak bermunculan karya-karya agung yang membuktikan betapa al-Quran itu shalihu li kulli zaman wa makan, baik itu dari masa tradisional, modern, maupun kontemporer.
Diantara para tokoh di Indonesia yang mengkaji Al-quran dari segi estetiknya, H.B. Jasin merupakan salah satu figur yang cukup produktif ikut serta dalam perkembangan dinamika al-Quran itu sendiri.[6] Salah satu karyanya yang mengundang banyak pro-kontra baik dalam segi epistimologis, estetis, dan politisnya adalah karyanya yang berjudul  Al-Quran Berwajah Puisi.[7] Menurut H.B. Jasin,  pada dasarnya al-Quran itu sendiri telah sangat puitis, hanya saja dalam penyusunannya yang baku sekarang selalu berformat prosa. Selain itu, sudah saatnya al-Quran tidak hanya dinikmati dari segi pesan-pesannya saja, namun dzauq kepuitisannya juga pantas dinikmati.
Di sisi lain, Taha Husain membagi perkataan kepada puisi, prosa, dan al-Quran. Disini terlihat bahwa Taha Husain  memisahkan bahasa al-Quran sebagai bahasa yang khas, artinya bahwa bahasa al-Quran adalah bahasa yang berbeda dengan puisi dan prosa. Pasalnya, bahasa al-Quran tidak tunduk pada kaidah dan tata aturan puisi dan prosa. Sebaliknya, Zaki Mubarak membantah Taha Husain, selanjutnya ia menyebutkan bahwa al-Quran sebagai prosa Arab yang berbeda dari prosa sebelumnya dan sesudah kedatangannya. Sedangkan Al-Iskandari dan Mustafa Anani berpendapat bahwa al-Quran tergolong prosa dengan perbedaan dari kelazimna prosa mursal dan kata bersajak Arab biasa. Terkadang berwajah prosa, tapi pada bagian lain berwajah sajak, atau kombinasi dari keduanya, bahkan adakalanya jauh dari rumus-rumus tersebut.[8]
Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin, seorang tokoh dari Indonesia yang memilki gagasan  tentang kepuitisan al-Quran. Ada beberapa alasan akademik yang mendorong peneliti merasa penting untuk untuk meneliti dan mengkaji tema ini. Pertama, H.B. Jassin mencoba menawarkan model pendekatan baru dalam memahami dan menikmati al-Quran, hal ini terkait dengan gagasan barunya mengenai lay out dan sistematika penulisan al-Quran yang cenderung prosais. Kedua, H.B. Jassin menyebutkan sendiri secara eksplisit bahwa ia benar-benar menciptakan sebuah temuan baru yang belum ada sebelumnya baik di Indonesia sendiri maupun diluar Indonesia. Berikut pernyataannya,
“Saya sudah cari al-Quran baik terbitan Indonesia, Turki, Mesir, maupun Arab, semuanya susunannya sama, yakni berbentuk prosa. Tetapi yang susunannya berbentuk puisi belum ada”.

Ketiga, H.B. Jassin berani mengkritik—meskipun tidak secara eksplisit— tokoh-tokoh sebelumnya yang masih tidak berani keluar dari dogma agama, dan terlalu mensakralkan pendapat ulama sebelumnya. Dalam hal ini masalah  iltizam dengan mushaf al-quran rasm ustmani, yang menurutnya bersifat ijtihadi. Keempat, Tentang gagasan baru yang diusung oleh H.B. Jassin nampak masih banyak terjadi pro-kontra diantara para pakar ilmu al-Quran, apakah layak diterima atau tidak gagasannya tersebut.[9]

B.     RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang yang telah diutarakan di muka, maka penulis merancang sebuah rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin.
2.      Apa implikasi dan kontribusi teori al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin terhadap penafsiran al-Quran.

C.    TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELETIAN
Setelah mengetahui latar belakang dan rumusan masalah dari penelitian ini, penulis dapat nyatakan bahwa penelitian  ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.      Mengekplorasi konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin.
2.      Mengetahui implikasi dan kontribusi teori al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin terhadap penafsiran al-Quran.

Sedangkan manfaat atau kegunaan yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai paradigma baru  dalam memahami al-Quran yang lebih komprehensif dan diharapkan dapat lebih menangkap pesan-pesan pokok dari al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia secara keseluruhan.
2.      Sebagai kontribusi baru dalam dalam khazanah ilmu keislaman, khususnya dalam  kajian ilmu al-Quran dan tafsir.
3.      Sebagai cara baru dalam menikmati al-Quran dengan menggunakan pendekatan adabi, dan lebih menghargai al-Quran dari segi estetiknya.
4.      Sebagai manifestasi dari kebenaran dan keotentisitasan al-Quran dalam ranah estetiknya baik dari segi bahasa, susunan, dan pesan yang dikandungnya berdasarkan paradigama H.B. Jassin.

D.    TINJAUAN PUSTAKA
Sepanjang pengamatan peneliti, tulisan-tulisan yang memuat tentang H.B. Jassin masih sangat jarang ditemukan.  Penjelasan dan komentar tentang teori yang ditawarkan oleh H.B. Jasssin ini cukup banyak ditulis oleh Didin Sirojuddin A.R, tokoh asal Indonesia, ia adalah dosen Fakultas Adab di IAIN Jakarta. Disamping itu, dia juga merupakan ketua Lembaga  Kaligrafi Al-Quran (LEMKA) Jakarta, dan  sekaligus sebagai penulis  Al-Quaran Berwajah Puisi H.B. Jassin.[10]
Adapun tulisan yang berhubungan dengan tema ini adalah sebuah artikelnya yang berjudul Al-Quran Ustman dan Al-Quran H.B. Jassin.[11] Dalam tulisan singkat ini,  Didin Sirojuddin A.R membahas mengenai pro-kontra masalah iltizam dengan mushaf ustmani dengan berbagai dalil dan argumentasi yang diajukan oleh para ulama terdahulu. Selanjutnya ia mengritik tentang ketauqifian mushaf ustmani itu sendiri dengan berbagai dalil, argumentasi, dan data-data yang dipaparkannya. Ia juga menunjukkan beberapa ulama yang menyinggung tema penelitian ini, seperti: Taha Husain, Zaki Mubarak, Al-Iskandari, Mustafa Anani, dan Al-Baqilani. Pembahasan ditutup dengan membahas H.B. Jassin sebagai tokoh pembaharu dalam keilmuan ini, dan ia menjelaskan –dengan menukil pendapat Ahmad Badawi— bahwa sama saja kedudukan fashilah dalam ayat menempati kedudukan qafiyah dalam bait. Penamaan Al-Quran “Berwajah” Puisi paling tidak, didekatkan kesini, tidak untuk menganggapnya benar-benar puisi.[12]
Sedangkan tulian-tulisan lain yang memiliki kedekatan dengan tema pembahasan penelitian ini cukup variatif. Di antaranya buku yang berjudul Mukjizat Al-Quran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, karya M.Qurash Syihab. Dalam buku ini banyak dijelaskan hakikat kemukjizatan dan bentuk-bentuk kemukjizatan yang terdapat dalam al-Quran dari berbagai aspeknya. Bahkan dalam bab kesepuluh dijelaskan kritik- kritik terhadap al-Quran dari segi sitematikanya dan bahasanya.
Buku lainya adalah Pesan Al-Quran Untuk Sastrawan Esai-Esai Budaya dan Agama yang ditulis oleh Aguk Irawan. Buku ini merupakan kumpulan esai-esai yang membahas seputar al-Quran dan sastrawan, mulai dari deskripsi masalah, kritik, saran, sejarah, semuanya yang berkaitan dengan al-Quran dan sastrawan. Salah satu esai tersebut menjelaskan bahwa al-Quran mengisyaratkan hanya karya sastra yang bermoral dan beretika serta yang mengajak pada kebaikan dan menjauhi segala macam kefasadan lah yang mampu membawa kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Inilah yang menjadi titik tekan psan-pesan yang ingin disampaikan lewat buku ini.
Buku berjudul Al-Quran Kitab Sastra Terbesar karya M. Nur Kholis Setiawan. Dalam buku ini ditegaskan sekali lagi bahwa al-Quran merupakan karya sastra terbesar sepanjang sejarah umat manusia yang tidak ada yang akan bisa menandinginya. Lewat buku ini juga, ditawarkan sebuah pendekatan sastrawi, yaitu sebuah pendekatan yang sangat penting dalam membantu memahami, mengembangkan, dan menafsirkan al-Quran. Pada dasarnya pendekatan susastra ini telah dirintis sejak zaman nabi dulu, lalu dikembangkan pada era klasik Islam. Kemudian pada era kontemporer ini,  M. Nur Kholis Setiawan mencoba meyakinkan kembali bahwa pendekatan susastra bukan hanya sah, bahkan merupakan sebuha pendekatan urgen ketika hendak memahami kitab suci al-Quran.
Kemudian skripsi berjudul Perbandingan Metodologi Penafsiran A. Hassan dalam Tafsir al-Furqan dan H.B. Jassin dalam al-Qur 'an al-karim Bacaan Mulia, karya Miftahul Ulum. Dalam skripsi tersebut dijelaskan berbagai persamaan dan perbedaan dari tokoh A. Hasan dan H.B. Jassin terhadap kedua karya mereka. Baik itu dari segi  metodologi, sistematika, sumber penafsiran, pendekatan, corak penafsiran antara keduanya, dan seterusnya. Sehingga persamaan dan perbedaan tersebut berimplikasi terhadap penafsiran A. Hasan dan H.B. Jassin dalam memahami al-Quran.
Selanjutnya tesis berjudul Konsep Nazm Hamiduddi al-Farahi dan Implikasinya dalam Penafsiran al-Quran, karya Abdul Halim. Tesis tersebut menjelaskan bahwa meskipun al-Quran tidak turun sesuai dengan tartib nuzuli, ternyata ia memiliki koherensi yang sangat kokoh dan itegralitas baik dari segi stuktur kata maupun temanya. Dijelaskan juga beberapa implikasi penafsiran yang dipakai oleh al-Farahi dalam menafsirkan al-Qurakan, yang dikenal dengan metode pencarian ‘amud.
Berdasarkan pemaparan kajian pustaka ini, penulis mencoba memperdalam konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassim yang dianggap oleh Didin Sirojuddin A.R sebagai tokoh yang berkontribusi besar dalam kajian puitisasi al-Quran di dunia.

E.     KERANGKA TEORI
Dalam bukunya Tawhid; Its Implication For Thought and Life, Ismail Raji al-Faruqi menulis bahwa al-Quran merupakan karya seni pertama dalam Islam. Jika ada sesuatu yang seluruhnya seni, sesuatu itu sudah pasti al-Quran. Jika perasaan, jiwa, dan pendapat umat Islam pernah dipengaruhi sesuatu, maka sesuatu itu adalah al-Quran yang begitu berhasil membentuk keindahan. Meski demikian, al-Faruqi tidak bermaksud mengatakna bahwa al-Quran itu puisi atau satu bentuk dari puisi.[13]
Sedangkan al-Quran berwajah puisi adalah istilah yang dimaksudkan untuk suatu pengertian bahwa al-Quran mengandung nilai puisi yang sangat tinggi dan indah. Pernyataan ini untuk tidak menganggapnya benar-benar puisi. Sehingga gagasan mengenai al-Quran berwajah puisi merupakan sebuah keniscayaan dalam menikmati dan memahami al-Quran secara estetik.
Penulis mencoba melihatnya secara historistik, maksudnya dengan mempelajari dan membaca sejarah dinamika perkembangan kajian al-Quran, khusunya terhadap tema yang akan dikaji dalam penelitian ini. Kemudian, penulis berusaha mengklasifikasi dan mengkatagorikan kajian puitisasi al-Quran ini berdasarkan karakter khusus yang berkembang dalam era-era tertentu. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendudukkan H.B. Jassin dalam posisi yang tepat sehingga pembacaan atas pemikirannya juga bisa dicapai dengan baik.
Berkenaan dengan konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin, penulis menggunakan konstruksi teoretis yang dipakai oleh al-Iskandari dan Mustafa Anani dalam menguak dimensi-dimensi puisi dalam al-Quran. Al-Iskandari dan Mustafa Anani mendasari pandangan mereka pada al-Quran itu sendiri yang menunjukkan adanya sajak di dalamnya, bahkan beberapa surat dalam al-Quran keseluruhan ayatnya bersajak. Seperti contoh ; surat al-Rahman, surat al-Qamar, kemudian pendahuluan ayat-ayat surat al-Muddastir(1-5), al-A’la(1-6) dan lain-lain.[14]
Menurut al-Iskandari dan Mustafa Anani, yang disebut puisi bukan masalah susunan ayatnya yang bersajak atau tidak, bahkan susunan yang tidak bersajak pun bisa juga disebut dengan puisi. Bukan hanya itu sajak yang bersilangan wazan-wajannya dan berbeda-beda alur ucapannya juga belum tentu dinilai sebagai sesuatu yang jelek mengingat puisi Arab sekarang ini mengenal istilah hurr, yaitu puisi bebas yang tidak terkait dengan rumus-rumus terdahulu.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan diatas adalah. bahwa teori puitisasi al-Quran merupakan sebuah usaha nyata dalam memahami esensi serta pesan-pesan pokok yang menjadi pedoman al-Quran, yang sampai sekarang masih mensakralkan susunan al-Quran yang telah ada sebelumnya. Dengan teori puitisasi al-Quran ini diharapkan para pembaca lebih mudah memahami, merasakan dan menikmati al-Quran khususnya dalam dimensi estetiknya, tanpa mengesampingkan pesan-pesan yang telah dibawanya.

F.     METODE PENELITIAN
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian  pustaka (library research) dengan mengumpulkan data dan meneliti dari buku-buku kepustakaan dan karya-karya dalam bentuk lainnya.

2.      Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan objek penelitian. Objek penelitian ini adalah konsep pemikiran  H.B. Jassin tentang al-Quran berwajah puisi yang terdapat dalam bukunya dan juga dari berbagai referensi yang berkaitan dengan tema penelitian.
Literatur-literatur yang dijadikan data terbagi menjadi dua bagian, yaitu primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah buku Kontroversi Al-Quran Berwajah Puisi karya H.B. Jassin. Sedangkan yang terkait dengan asapek historis, penulis mengambil karya-karya dan referensi lainnya yang berkaitan dengan sejarah, fase, perkembangan, dan pertumbuhan, serta yang berkenaan dengan H.B. Jassin itu sendiri. Sementara buku-buku, artikel, ensiklopedi yang berkaitan dengan tema penelitian ini menjadi sumber sekunder.


3.      Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-historis. Pendekatan ini digunakan untuk melihat konteks sosial yang melingkupi sang tokoh, serta menulusuri sejarah fase-fase pertumbuhan dan perkembangan pemikiran H.B. Jassin.

4.      Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode deskriptif dan interpretif. Metode deskriptif maksudnya adalah menguraikan secara teratur dari objek penelitian, yakni pemikiran H.B. Jassin tentang al-Quran berwajah puisi. Sedangkan metode interpretif digunakan untuk memahami dan menyelami data-data yang telah terkumpul dan kemudian menangkap maksud tokoh  tersebut baik dari H.B. Jassin tentang konsep al-Quran berwajah puisi maupun setting sosio-historis yang dipandang berpengaruh terhadapnya.

G.    SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini mencakup empat bab, dimana antara satu bab dengan bab yang lainnya memiliki keterkaitan yang runtut dan logis. Bab pertama, berisi tentang pendahuluan yang didalamnya dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika pembahasan. 
Bab kedua, berisi pembahsan tentang biografi H.B. Jassin serta setting historisnya, kedudukan H.B. Jassin dalam dunia tafsir, serta asumsi dasar yang dipegangi oleh H.B. Jassin dalam menggagas al-Quran dengan metode puitik.
Bab ketiga, akan berbicara mengenai konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin, menganalisis pemikirannya secara mendalam, serta melihat relevansi dan kontribusi pemikirannya dalam khazanah ilmu al-Quran dan tafsir.
Bab keempat, merupakan bab terakhir dari pembahasan ini yang berisi tentang kesimpulan dari beberapa pembahasan bab-bab sebelumnya dan diakhiri dengan penutup.




[1] M. Quraisy Syihab, Mukjizat Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 279.
[2] Lihat M. Quraisy Syihab, Mukjizat Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 243.
[3] Mushaf utsmani adalah mushaf yang diperintahkan khalifah Utsman untuk menuliskannya dala masa kepemimpinannya guna diikuti oleh seluruh umat islam. Baca Abdul Qayyum bin Abdul Ghaffur al-Sindi, Shafahat fi Ulumi al-Qiraat, (Makkah: Dar al-Basyar al-Islamiyyah, 2000), hlm. 135.
[4] Ibid, hlm. 142-146.
[5] H.B. Jassin, Kontrofersi Al-Quran Berwajah Puisi, (Jakarta; Pustaka Utama Grafiti, 1995) hlm. 68-69.
[6] Nama lengkapnya adalah Hans Bague Jassin, ada yang menyebutnya “Jassin” ada juga yang menyebutnya “Yassin”. Tokoh-tokoh lainnya yang sejalan dengannya adalah; Mohammad Diponegoro, Djamil Suherman, dan Mohammada Saribi Afn.
[7] Karyanya yang lain yag juga kontroversial adalah  Al-Quran Bacaan Mulia.

[8] H.B. Jassin, Kontrofersi Al-Quran Berwajah Puisi, (Jakarta; Pustaka Utama Grafiti, 1995) hlm. 70.
[9] Diantara para tokoh yang setuju dengan gagasannya ialah; M. Quraisy Shihab, B.J. Habibie, A. Hasjmy, D. Sirijuddin A.R. Sedangkan tokoh yang tidak setuju dengannya secara umum berasal dari kubu MUI dan Depag.
[10] Biografi Didin Sirojuddin A.R ini dapat dilihat di http://www.islamkaligrafi.com/index/didin-sirojuddin.htm diakses tanggal 25 Mei 2014 pukul 20.25.
[11] Didin Sirojuddin A.R, Al-Quran Ustman dan Al-Quran H.B. Jassin,(Indonesia: Kompas, 1993).
[12] H.B. Jassin, Kontrofersi Al-Quran Berwajah Puisi, (Jakarta; Pustaka Utama Grafiti, 1995) hlm. 71.
[13] H.B. Jassin, Kontrofersi Al-Quran Berwajah Puisi, (Jakarta; Pustaka Utama Grafiti, 1995) hlm .96.
[14] Ibid, hlm.130.

Tidak ada komentar: