A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Al-Quran
merupakan kitab suci yang keajaibannya tidak akan berakhir dan tidak akan
pernah akan using, sebanyak apa pun uraian dan diskusi dilakukan terhadapnya.[1]
Hal ini terbukti dengan catatan sejarah yang mengatakan bahwa telah banyak
penelitian-penelitian, uraian-urain, bahkan temuan-temuan terbaru mengenai al-Qauran.
Namun, meski telah banyak kajian yang membahas dan mengkaji –dengan berbagai
sudut pandang— terhadap al-Quran, seolah tidak ada habisnya
pembahasan-pembahasan dan kajian-kajian tersebut. Sebaliknya, semakin banyak
lahir ide dan pemikiran baru mengenai al-Quran.
Al-Quran bagi sementara orang dianggap sangat
kacau dalam sistematikanya. Mereka berpendapat bahwa belum lagi al-Quran selesai menjelaskan sutu
uraian, tiba-tiba ia melompat ke uraian lain yang tidak berhubungan sedikit pun
dengan urain yang baru saja dikemukakannya.[2]
Berkaitan
dengan itu, para
ulama terdahulu juga telah membahas masalah serupa mengenai kewajiban untuk
mengikuti Al-Quran Mushaf Utsmani.[3]
Terdapat tiga pendapat terkait masalah iltizam
dengan Al-Quran Mushaf Utsmani tersebut. Pertama, penulisan al-Quran haruslah
mengikuti khat (kaligrafi) Mushaf Utsmani, meskipun khat tersebut
menyalahi kaidah nahwiyyah dan sharfiyyah. Kedua, tulisan al-Quran
boleh mengikuti kaidah nahwiyyah dan sharfiyyah meskipun
menyalahi kaidah khat Ustmani,
karena untuk memudahkan para pembaca, terutama bagi para pemula dan dengan
pertimbangan agar mengurangi adanya kemungkinan kesalahan dalam pembacaan al-Quran.
Ketiga, al-Quran yang merupakan bacaan umum harus ditulis menurut kaidah nahwiyyah dan sharfiyyah ,
namun harus senantiasa ada al-Quran yang ditulis berdasarkan khat Mushaf
Utsmani sebagai barang yang selalu dipelihara dan dijaga. Namun pendapat paling
rajih adalah pendapat pertama menurut Jumhur al-Ulama’ yang mengatakan bahwa wajib untuk mengikuti Rasm Ustmani dalam hal penulisannya.[4]
Menurut Bustami A. Gani penulisan mushaf
dengan menggunakan rasm ustmani adalah taufiqi, artinya tidak dapat
dirubah serta harus diikuti apa adanya. Tentang kedudukan tauqifi-nya apakah menyeluruh mencakup tanda waqaf
washal-nya, kaligrafinya, dan layout-nya ini yang masih belum jelas. Jika demikian, maka mushaf-mushaf yang ada sekarang ini tidak ada yang cocok dengan al-Quran Mushaf Ustmani yang dimaksud[5].
Lalu terkait kebenaran apakah rasm ustmani full tauqifi seperti yang
dijelaskan dimuka, mungkin perlu dikaji ulang dan penelitian lebih lanjut.
Dalam
keilmuan muslim dikenal tiga macam respsi
dalam usaha memahami al-Quran, yaitu ; resepsi hermeneutik, resepsi estetis, dan resepsi
sosial budaya. Dari ketiga resepsi tersebut telah banyak
bermunculan karya-karya agung yang membuktikan betapa al-Quran itu shalihu li kulli zaman wa
makan,
baik itu dari masa tradisional, modern, maupun kontemporer.
Diantara para tokoh di Indonesia yang mengkaji
Al-quran dari segi estetiknya, H.B. Jasin merupakan salah satu figur yang cukup
produktif ikut serta dalam perkembangan dinamika al-Quran itu sendiri.[6] Salah
satu karyanya yang mengundang banyak pro-kontra baik dalam segi epistimologis, estetis, dan politisnya adalah karyanya yang berjudul Al-Quran Berwajah Puisi.[7]
Menurut H.B. Jasin, pada dasarnya al-Quran itu sendiri telah
sangat puitis, hanya saja dalam penyusunannya yang baku sekarang selalu
berformat prosa. Selain itu, sudah saatnya al-Quran tidak hanya dinikmati dari
segi pesan-pesannya saja, namun dzauq kepuitisannya juga pantas dinikmati.
Di
sisi lain, Taha Husain membagi perkataan kepada puisi, prosa, dan al-Quran. Disini
terlihat bahwa Taha Husain memisahkan
bahasa al-Quran sebagai bahasa yang khas, artinya bahwa bahasa al-Quran adalah
bahasa yang berbeda dengan puisi dan prosa. Pasalnya, bahasa al-Quran tidak
tunduk pada kaidah dan tata aturan puisi dan prosa. Sebaliknya, Zaki Mubarak
membantah Taha Husain, selanjutnya ia menyebutkan bahwa al-Quran sebagai prosa
Arab yang berbeda dari prosa sebelumnya dan sesudah kedatangannya. Sedangkan Al-Iskandari dan Mustafa Anani berpendapat bahwa al-Quran tergolong prosa
dengan perbedaan dari kelazimna prosa mursal dan kata bersajak Arab
biasa. Terkadang berwajah prosa, tapi pada bagian lain berwajah sajak, atau kombinasi
dari keduanya, bahkan adakalanya jauh dari rumus-rumus tersebut.[8]
Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti
konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin, seorang tokoh dari Indonesia yang
memilki gagasan tentang kepuitisan
al-Quran. Ada beberapa alasan akademik yang mendorong peneliti merasa penting
untuk untuk meneliti dan mengkaji tema ini. Pertama, H.B. Jassin mencoba
menawarkan model pendekatan baru dalam memahami dan menikmati al-Quran, hal ini
terkait dengan gagasan barunya mengenai lay out dan sistematika
penulisan al-Quran yang cenderung prosais. Kedua, H.B. Jassin menyebutkan
sendiri secara eksplisit bahwa ia benar-benar menciptakan sebuah temuan baru
yang belum ada sebelumnya baik di Indonesia sendiri maupun diluar Indonesia.
Berikut pernyataannya,
“Saya sudah cari al-Quran baik terbitan
Indonesia, Turki, Mesir, maupun Arab, semuanya susunannya sama, yakni berbentuk
prosa. Tetapi yang susunannya berbentuk puisi belum ada”.
Ketiga, H.B. Jassin berani mengkritik—meskipun
tidak secara eksplisit— tokoh-tokoh sebelumnya yang masih tidak berani keluar
dari dogma agama, dan terlalu mensakralkan pendapat ulama sebelumnya. Dalam hal
ini masalah iltizam dengan mushaf
al-quran rasm ustmani, yang menurutnya bersifat ijtihadi. Keempat,
Tentang gagasan baru yang diusung oleh H.B. Jassin nampak masih banyak terjadi
pro-kontra diantara para pakar ilmu al-Quran, apakah layak diterima atau tidak
gagasannya tersebut.[9]
B.
RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang yang telah diutarakan di muka,
maka penulis merancang sebuah rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan
ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin.
2. Apa implikasi dan kontribusi teori al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin terhadap penafsiran al-Quran.
C.
TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELETIAN
Setelah mengetahui latar belakang dan rumusan masalah dari
penelitian ini, penulis dapat nyatakan bahwa penelitian ini
memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengekplorasi konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin.
2. Mengetahui implikasi dan kontribusi teori al-Quran berwajah puisi H.B.
Jassin terhadap penafsiran al-Quran.
Sedangkan manfaat atau kegunaan yang akan
diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai paradigma baru dalam
memahami al-Quran yang lebih komprehensif dan diharapkan dapat lebih menangkap
pesan-pesan pokok dari al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia secara
keseluruhan.
2. Sebagai kontribusi baru dalam dalam khazanah ilmu keislaman, khususnya
dalam kajian ilmu al-Quran dan tafsir.
3. Sebagai cara baru dalam menikmati al-Quran dengan menggunakan pendekatan adabi,
dan lebih menghargai al-Quran dari segi estetiknya.
4. Sebagai manifestasi dari kebenaran dan keotentisitasan al-Quran
dalam ranah estetiknya baik dari segi bahasa, susunan, dan pesan yang
dikandungnya berdasarkan paradigama H.B. Jassin.
D.
TINJAUAN PUSTAKA
Sepanjang pengamatan peneliti, tulisan-tulisan
yang memuat tentang H.B. Jassin masih sangat jarang ditemukan. Penjelasan dan komentar tentang teori yang
ditawarkan oleh H.B. Jasssin ini cukup banyak ditulis oleh Didin Sirojuddin A.R, tokoh
asal Indonesia, ia adalah dosen Fakultas Adab di IAIN Jakarta.
Disamping itu, dia juga merupakan ketua Lembaga
Kaligrafi Al-Quran (LEMKA) Jakarta, dan
sekaligus sebagai penulis Al-Quaran Berwajah Puisi H.B. Jassin.[10]
Adapun tulisan yang berhubungan dengan tema
ini adalah sebuah artikelnya yang berjudul Al-Quran Ustman dan Al-Quran
H.B. Jassin.[11] Dalam tulisan singkat ini, Didin Sirojuddin A.R membahas mengenai
pro-kontra masalah iltizam dengan mushaf ustmani dengan berbagai dalil
dan argumentasi yang diajukan oleh para ulama terdahulu. Selanjutnya ia
mengritik tentang ketauqifian mushaf ustmani itu sendiri dengan berbagai
dalil, argumentasi, dan data-data yang dipaparkannya. Ia juga menunjukkan
beberapa ulama yang menyinggung tema penelitian ini, seperti: Taha Husain, Zaki
Mubarak, Al-Iskandari, Mustafa Anani, dan Al-Baqilani. Pembahasan ditutup
dengan membahas H.B. Jassin sebagai tokoh pembaharu dalam keilmuan ini, dan ia
menjelaskan –dengan menukil pendapat Ahmad Badawi— bahwa sama saja kedudukan fashilah
dalam ayat menempati kedudukan qafiyah dalam bait. Penamaan Al-Quran
“Berwajah” Puisi paling tidak, didekatkan kesini, tidak untuk menganggapnya
benar-benar puisi.[12]
Sedangkan tulian-tulisan lain yang memiliki
kedekatan dengan tema pembahasan penelitian ini cukup variatif. Di antaranya
buku yang berjudul Mukjizat Al-Quran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, karya M.Qurash Syihab. Dalam buku ini banyak
dijelaskan hakikat kemukjizatan dan bentuk-bentuk kemukjizatan yang terdapat
dalam al-Quran dari berbagai aspeknya. Bahkan dalam bab kesepuluh dijelaskan
kritik- kritik terhadap al-Quran dari segi sitematikanya dan bahasanya.
Buku lainya adalah Pesan Al-Quran Untuk Sastrawan Esai-Esai
Budaya dan Agama yang ditulis oleh Aguk Irawan. Buku ini merupakan kumpulan
esai-esai yang membahas seputar al-Quran dan sastrawan, mulai dari deskripsi
masalah, kritik, saran, sejarah, semuanya yang berkaitan dengan al-Quran dan
sastrawan. Salah satu esai tersebut menjelaskan bahwa al-Quran mengisyaratkan
hanya karya sastra yang bermoral dan beretika serta yang mengajak pada kebaikan
dan menjauhi segala macam kefasadan lah yang mampu membawa kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik. Inilah yang menjadi titik tekan psan-pesan yang
ingin disampaikan lewat buku ini.
Buku berjudul Al-Quran Kitab Sastra Terbesar karya M. Nur
Kholis Setiawan. Dalam buku ini ditegaskan sekali lagi bahwa al-Quran merupakan
karya sastra terbesar sepanjang sejarah umat manusia yang tidak ada yang akan
bisa menandinginya. Lewat buku ini juga, ditawarkan sebuah pendekatan sastrawi,
yaitu sebuah pendekatan yang sangat penting dalam membantu memahami,
mengembangkan, dan menafsirkan al-Quran. Pada dasarnya pendekatan susastra ini
telah dirintis sejak zaman nabi dulu, lalu dikembangkan pada era klasik Islam.
Kemudian pada era kontemporer ini, M.
Nur Kholis Setiawan mencoba meyakinkan kembali bahwa pendekatan susastra bukan
hanya sah, bahkan merupakan sebuha pendekatan urgen ketika hendak memahami
kitab suci al-Quran.
Kemudian skripsi berjudul Perbandingan Metodologi Penafsiran A.
Hassan dalam Tafsir al-Furqan dan H.B. Jassin dalam al-Qur 'an al-karim Bacaan
Mulia, karya Miftahul Ulum. Dalam skripsi tersebut dijelaskan berbagai
persamaan dan perbedaan dari tokoh A. Hasan dan H.B. Jassin terhadap kedua
karya mereka. Baik itu dari segi
metodologi, sistematika, sumber penafsiran, pendekatan, corak penafsiran
antara keduanya, dan seterusnya. Sehingga persamaan dan perbedaan tersebut
berimplikasi terhadap penafsiran A. Hasan dan H.B. Jassin dalam memahami
al-Quran.
Selanjutnya tesis berjudul Konsep Nazm Hamiduddi al-Farahi dan
Implikasinya dalam Penafsiran al-Quran, karya Abdul Halim. Tesis tersebut
menjelaskan bahwa meskipun al-Quran tidak turun sesuai dengan tartib nuzuli,
ternyata ia memiliki koherensi yang sangat kokoh dan itegralitas baik dari segi
stuktur kata maupun temanya. Dijelaskan juga beberapa implikasi penafsiran yang
dipakai oleh al-Farahi dalam menafsirkan al-Qurakan, yang dikenal dengan metode
pencarian ‘amud.
Berdasarkan pemaparan kajian pustaka ini,
penulis mencoba memperdalam konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassim yang
dianggap oleh Didin Sirojuddin A.R sebagai tokoh yang berkontribusi besar dalam
kajian puitisasi al-Quran di dunia.
E. KERANGKA TEORI
Dalam
bukunya Tawhid; Its Implication For Thought and Life, Ismail Raji
al-Faruqi menulis bahwa al-Quran merupakan karya seni pertama dalam Islam. Jika
ada sesuatu yang seluruhnya seni, sesuatu itu sudah pasti al-Quran. Jika
perasaan, jiwa, dan pendapat umat Islam pernah dipengaruhi sesuatu, maka
sesuatu itu adalah al-Quran yang begitu berhasil membentuk keindahan. Meski
demikian, al-Faruqi tidak bermaksud mengatakna bahwa al-Quran itu puisi atau satu
bentuk dari puisi.[13]
Sedangkan
al-Quran berwajah puisi adalah istilah yang dimaksudkan untuk suatu
pengertian bahwa al-Quran mengandung nilai puisi yang sangat tinggi dan indah.
Pernyataan ini untuk tidak menganggapnya benar-benar puisi. Sehingga gagasan
mengenai al-Quran berwajah puisi merupakan sebuah keniscayaan dalam
menikmati dan memahami al-Quran secara estetik.
Penulis
mencoba melihatnya secara historistik, maksudnya dengan mempelajari dan membaca
sejarah dinamika perkembangan kajian al-Quran, khusunya terhadap tema yang akan
dikaji dalam penelitian ini. Kemudian, penulis berusaha mengklasifikasi dan
mengkatagorikan kajian puitisasi al-Quran ini berdasarkan karakter khusus yang
berkembang dalam era-era tertentu. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendudukkan
H.B. Jassin dalam posisi yang tepat sehingga pembacaan atas pemikirannya juga
bisa dicapai dengan baik.
Berkenaan
dengan konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin, penulis menggunakan
konstruksi teoretis yang dipakai oleh al-Iskandari dan Mustafa Anani dalam
menguak dimensi-dimensi puisi dalam al-Quran. Al-Iskandari dan Mustafa Anani
mendasari pandangan mereka pada al-Quran itu sendiri yang menunjukkan adanya
sajak di dalamnya, bahkan beberapa surat dalam al-Quran keseluruhan ayatnya
bersajak. Seperti contoh ; surat al-Rahman, surat al-Qamar, kemudian
pendahuluan ayat-ayat surat al-Muddastir(1-5), al-A’la(1-6) dan lain-lain.[14]
Menurut
al-Iskandari dan Mustafa Anani, yang disebut puisi bukan masalah susunan
ayatnya yang bersajak atau tidak, bahkan susunan yang tidak bersajak pun bisa
juga disebut dengan puisi. Bukan hanya itu sajak yang bersilangan
wazan-wajannya dan berbeda-beda alur ucapannya juga belum tentu dinilai sebagai
sesuatu yang jelek mengingat puisi Arab sekarang ini mengenal istilah hurr, yaitu
puisi bebas yang tidak terkait dengan rumus-rumus terdahulu.
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari penjelasan diatas adalah. bahwa teori puitisasi
al-Quran merupakan sebuah usaha nyata dalam memahami esensi serta pesan-pesan
pokok yang menjadi pedoman al-Quran, yang sampai sekarang masih mensakralkan
susunan al-Quran yang telah ada sebelumnya. Dengan teori puitisasi al-Quran ini
diharapkan para pembaca lebih mudah memahami, merasakan dan menikmati al-Quran
khususnya dalam dimensi estetiknya, tanpa mengesampingkan pesan-pesan yang
telah dibawanya.
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) dengan
mengumpulkan data dan meneliti dari buku-buku kepustakaan dan karya-karya dalam
bentuk lainnya.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh
dari literatur-literatur yang berkaitan dengan objek penelitian. Objek
penelitian ini adalah konsep pemikiran
H.B. Jassin tentang al-Quran berwajah puisi yang terdapat dalam bukunya
dan juga dari berbagai referensi yang berkaitan dengan
tema penelitian.
Literatur-literatur yang dijadikan data terbagi menjadi dua bagian, yaitu primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah buku Kontroversi
Al-Quran Berwajah Puisi karya H.B. Jassin. Sedangkan yang terkait dengan
asapek historis, penulis mengambil karya-karya dan referensi lainnya yang
berkaitan dengan sejarah, fase, perkembangan, dan pertumbuhan, serta yang berkenaan dengan H.B. Jassin itu sendiri. Sementara buku-buku, artikel, ensiklopedi yang berkaitan dengan tema penelitian ini menjadi
sumber sekunder.
3. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan
sosio-historis. Pendekatan ini digunakan untuk melihat konteks sosial yang
melingkupi sang tokoh, serta menulusuri sejarah fase-fase pertumbuhan dan
perkembangan pemikiran H.B. Jassin.
4. Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode deskriptif dan
interpretif. Metode deskriptif maksudnya adalah menguraikan secara teratur dari objek penelitian, yakni pemikiran H.B. Jassin tentang
al-Quran berwajah puisi. Sedangkan metode interpretif digunakan untuk memahami
dan menyelami data-data yang
telah terkumpul dan
kemudian menangkap maksud tokoh tersebut
baik dari H.B. Jassin tentang konsep al-Quran berwajah puisi maupun setting
sosio-historis yang dipandang berpengaruh terhadapnya.
G.
SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini mencakup empat
bab, dimana antara satu bab dengan bab yang lainnya memiliki keterkaitan yang runtut dan logis. Bab pertama, berisi tentang
pendahuluan yang didalamnya dijelaskan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode
penelitian dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi pembahsan tentang biografi H.B. Jassin serta setting
historisnya, kedudukan H.B. Jassin dalam dunia tafsir, serta asumsi dasar yang
dipegangi oleh H.B. Jassin dalam menggagas al-Quran dengan metode puitik.
Bab ketiga, akan berbicara mengenai
konsep al-Quran berwajah puisi H.B. Jassin, menganalisis pemikirannya secara
mendalam, serta melihat relevansi dan kontribusi pemikirannya dalam khazanah
ilmu al-Quran dan tafsir.
Bab keempat, merupakan bab terakhir dari pembahasan ini yang
berisi tentang kesimpulan dari beberapa pembahasan bab-bab sebelumnya dan
diakhiri dengan penutup.
[1] M. Quraisy
Syihab, Mukjizat Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 279.
[3] Mushaf utsmani adalah mushaf yang diperintahkan khalifah Utsman untuk
menuliskannya dala masa kepemimpinannya guna diikuti oleh seluruh umat islam.
Baca Abdul Qayyum bin Abdul Ghaffur al-Sindi, Shafahat fi Ulumi al-Qiraat,
(Makkah: Dar al-Basyar al-Islamiyyah, 2000), hlm. 135.
[5] H.B. Jassin, Kontrofersi Al-Quran Berwajah Puisi, (Jakarta; Pustaka
Utama Grafiti, 1995) hlm. 68-69.
[6] Nama
lengkapnya adalah Hans Bague Jassin, ada yang
menyebutnya “Jassin” ada juga yang menyebutnya “Yassin”. Tokoh-tokoh lainnya
yang sejalan dengannya adalah; Mohammad Diponegoro, Djamil Suherman,
dan Mohammada Saribi Afn.
[8] H.B. Jassin, Kontrofersi Al-Quran Berwajah Puisi, (Jakarta; Pustaka
Utama Grafiti, 1995) hlm. 70.
[9] Diantara para tokoh yang setuju dengan gagasannya ialah; M. Quraisy
Shihab, B.J. Habibie, A. Hasjmy, D. Sirijuddin A.R. Sedangkan tokoh yang tidak
setuju dengannya secara umum berasal dari kubu MUI dan Depag.
[10] Biografi Didin Sirojuddin A.R ini dapat dilihat di http://www.islamkaligrafi.com/index/didin-sirojuddin.htm diakses tanggal 25 Mei 2014 pukul 20.25.
[12] H.B. Jassin, Kontrofersi Al-Quran Berwajah Puisi, (Jakarta; Pustaka
Utama Grafiti, 1995) hlm. 71.
[13] H.B. Jassin, Kontrofersi Al-Quran Berwajah Puisi, (Jakarta; Pustaka
Utama Grafiti, 1995) hlm .96.
[14] Ibid, hlm.130.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar