BAB I
PENDAHULUAN
Ketika
Islam pemperkenalkan dirinya kepada Indonesia, secara tidak langsung Islam juga
harus memperkenalkan dua komponen penting yang dibawanya, yaitu al-Quran dan
hadis. Sejak awal al-quran adalah kitab atau buku yang otentik keasliannya,
sedangkan hadis tidak semuanya otentik. Ada hadis shahih, hasan, dhaif,
mutawatir, ahad, matruk, mauquf, bahkan dhaif. Inilah yang menyebabkan kajian
hadis bisa dikatakan lebih memerlukan perhatian lebih –untuk tidak menyebutnya
rumit— dari kajian-kajian ilmu Islam lainnya.
Jika
kita meneropong sejarah, maka akan terlihat bahwa arus penyebaran kajian hadis
di Indonesia bisa terbilang lambat. Terdapat rentang waktu lebih dari tiga abad
yang dibutuhkan hadis untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia agar lebih
mencurahkan perhatiannya pada kajian hadis.
Pada
abad ke-20an muncul gerakan modernisme yang mengakibatkan respon positif
terhadap kajian hadis yang dinilai lebih condong kepada syariat setelah
sebelumnya masyarakat Islam Indonesia terlalu disortir perhatiannya terhadap
kajian tasawwuf. Gerakan pembaharuan ini akhirnya berhasil menempatkan kajian
hadis sebagai sebuah keniscayaan fundamental yang wajib dilalui oleh masyarakat
muslim Indonesia. Sehingga skala perkembangan hadis di Indonesia semakin meluas
dan mendalam.
Perkembangan
ini semakin luas ke beberaa daerah di Indonesia sejak munculnya
pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah yang menggunakan kajian hadis sebagai
salah satu kurikulum pembelajaran yang diajarkan disana.[1]
Ini merupakan langkah awal yang sangat baik, mengingat sebelumnya hadis masih
kurang diminati dan disorot oleh orang-orang Islam sendiri. Melalui kedua wadah
lembaga ini hadis mulai mendapatkan kesempatan untuk lebih diminati dan
dipelajari khususnya oleh umat muslim sendiri.