Senin, 02 Maret 2015

Hadis Indonesia Dari Tahun 1950 Sampai Sekarang



BAB I
PENDAHULUAN

Ketika Islam pemperkenalkan dirinya kepada Indonesia, secara tidak langsung Islam juga harus memperkenalkan dua komponen penting yang dibawanya, yaitu al-Quran dan hadis. Sejak awal al-quran adalah kitab atau buku yang otentik keasliannya, sedangkan hadis tidak semuanya otentik. Ada hadis shahih, hasan, dhaif, mutawatir, ahad, matruk, mauquf, bahkan dhaif. Inilah yang menyebabkan kajian hadis bisa dikatakan lebih memerlukan perhatian lebih –untuk tidak menyebutnya rumit— dari kajian-kajian ilmu Islam lainnya.
Jika kita meneropong sejarah, maka akan terlihat bahwa arus penyebaran kajian hadis di Indonesia bisa terbilang lambat. Terdapat rentang waktu lebih dari tiga abad yang dibutuhkan hadis untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia agar lebih mencurahkan perhatiannya pada kajian hadis.
Pada abad ke-20an muncul gerakan modernisme yang mengakibatkan respon positif terhadap kajian hadis yang dinilai lebih condong kepada syariat setelah sebelumnya masyarakat Islam Indonesia terlalu disortir perhatiannya terhadap kajian tasawwuf. Gerakan pembaharuan ini akhirnya berhasil menempatkan kajian hadis sebagai sebuah keniscayaan fundamental yang wajib dilalui oleh masyarakat muslim Indonesia. Sehingga skala perkembangan hadis di Indonesia semakin meluas dan mendalam.
Perkembangan ini semakin luas ke beberaa daerah di Indonesia sejak munculnya pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah yang menggunakan kajian hadis sebagai salah satu kurikulum pembelajaran yang diajarkan disana.[1] Ini merupakan langkah awal yang sangat baik, mengingat sebelumnya hadis masih kurang diminati dan disorot oleh orang-orang Islam sendiri. Melalui kedua wadah lembaga ini hadis mulai mendapatkan kesempatan untuk lebih diminati dan dipelajari khususnya oleh umat muslim sendiri.