Minggu, 20 April 2014

cinta dan lapar dalam al-quran



 
1.      HUBB
A.    Definisi hubb (Cinta)
Para pakar bahasa menyatakan bahwa kata al-Hubb itu merupakan sinonim dari al-Mahabbah dan al-mawaddah, sedangkan kata al-hubab (dengan huruf ha’ yang di-dhammah) adalah persamaan kata kata dari al-hubb dan al-wudd. Adapun kata al-habib itu memiliki kesamaan arti dengan al-muhib dan al-mahbub, dan kata al-hibb (dengan huruf ha’ yang di-kasrah) itu adalah sinonim dari al-mahbub pula.[1]
Bentuk-bentuk kata kerja seperti (حبه احبه استحبه) mempunyai arti yang sama, yakni “menampakkan rasa cinta kepadanya.” Para ahli memang lebih memokuskan perhatiannya pada kedua huruf saja, yaitu ha dan ba dan kata-kata derivatif dari hasil pengembangan dua huruf tersebut.
            Para ahli filologi (Fiqh Al-Lughah), didukung oleh kompetensi mereka yang tinggi dalam hal penelusuran asal-usul kosakata , mampu memberikan uraian dan anlisa yang lebih tajam tentang definisi cinta. Mereka mengatakan perpendapat bahwa arti kata al-hubb itu berasal dari حبب الاسنان  yang bermakna, “gigi yang putih, bersih, kemilau.” Cinta itu dianalogikan dengan gigi yang putih berseri, sebab cinta membuat hidup menjadi lebih hidup dan lebih bergairah.[2]
            Secara terminologi, para pakar bahasa mendefinisikan cinta dengan kecenderungan instingtif terhadap suatu obyek, sebab obyek itu indah dan mempesona di mata sang pencintanya. Rabiah al-‘Adawiyah—salah seorang tokoh sufi wanita termasyhur, khususnya dalam masalah Mahabbah Ilahiyyah—pernah ditanya, ‘bagaimana pandangan anda perihal cinta?”Rabi’ah lantas menjawab: Antara orang yang mencintai (al-muhib) dan Yang Dicintai (al-mahbub) tidak ada interval/jarak. Cinta adalah ungkapan kerinduan dan gambaran perasaan yang terdalam. Siapa yang merasakannya, niscaya akan mengenalinya. Namun, siapa yang mencoba untuk menyifatinya, pasti gagal.[3] Dalam literatur agama pun dijelaskan bahwa cinta adalah kecenderungan hati kepada sesuatu. Kecenderungan ini boleh jadi karena disebabkan lezatnya  yang dicintai, atau karena manfaat yang diperoleh darinya.[4]
            Dalam al-Qur’an kata hubb beserta derivasinya terdapat dalam 84 ayat dengan 23 bentuk kata (shighoh) seperti fi’il madhi, fi’il mudhori, mashdar dan fi’il amr.
B.     Macam-macam hubb dalam al-Qur’an
Apabila kita mengkaji ayat-ayat al-Qur’an secara mendalam, khususnya berkenaan dengan ayat-ayat hubb, maka di dalammnya terdapat empat kategori cinta:
1.      Cinta Allah kepada dirinya sendiri.
Dalam tingkatan ini cinta merupakan sebuah esensi yang tidak dapat kita jangkau dan pahami, karena hakikat dari cinta pada tingkat ini hanya Allah sendiri yang mengetahui secara pasti.[5] Hal ini tersirat ketika Allah mengenalkan diri-Nya kepada makhluk dalam surat Al-Ikhlash.
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ   ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ   öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ   öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ  
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

2.      Cinta Allah kepada hamba.
Ikatan cinta pada tingkatan ini terwujud karena keagungan serta kemuliaan Ilahi—sebagai Dzat yang dipenuhi dengan limpahan mutiara dan kemuliaan—untuk dikenal dan diketahui oleh seluruh hambanya. Ini dikuatkan oleh sebuah Hadits Qudsi yang berbunyi: “Aku (Allah) adalah sebuah gudang (pengetahuan dan kemuliaan) untuk diketahui.” Hal ini terbukti dengan pelbagai karunia yang diberikan Tuhan berupa kehidupan, akal, serta beragam kemampuan manusia yang tidak dapat diganti dengan apapun. Seperti dalam firman-Nya surat An-Nahl ayat 78:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  
78. dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Allah mencintai para hamba-Nya yang mencintai agama, firman, rasul serta syariat-Nya. Dia juga mencintai para hamba yang bermunajat kepada-Nya, bernaung dalam haribaan-Nya, serta berusaha merangkak naik menuju ke puncak cinta melalui pengorbanan, syahadah dan jihad di jalan Allah untuk meninggikan kalimat serta agama-Nya.[6] Kecintaan Allah terhadap hamba-Nya untuk menangani segala urusan seorang hamba, baik yang dzahir maupun yang batin; samar maupun yang tampak.[7]
3.      Cinta hamba kepada Allah.
Pada level manusia, cinta ini merupakan yang paling tinggi. Ia merupakan keadaan spiritual seorang hamba tertinggi, karena itu ia sangat sulit, eksklusif, dan hanya diketahui oleh hamba yang merasakannya.[8] Setiap orang yang beriman mempunyai rasa cinta, dan cinta yang paling besar adalah untuk Allah SWT. Hamba yang mencintai Tuhannya senantiasa selalu mendekatkan dirinya pada Allah. Seorang mukmin sejati akan bersungguh-sungguh dalam beribadah dan bekerja demi kebahagiaan hidupnya di Dunia maupun di Akhirat. Dia menanam amal kebaikan semasa hidupnya agar kelak pasca kematiannya dia dapat menuai hasil jeri payahnya. Dia hidup tenteram dan damai sebab tidak dihantui oleh rasa takut akan kematian, bahkan dia siap menantikan datangnya kematian kapan pun dan dimana pun juga.[9] Hal ini dikarenakan kerinduannya berjumpa dengan Sang Khaliq. Seperti yang tertera dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 128:
¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÏ%©!$# (#qs)¨?$# tûïÏ%©!$#¨r Nèd šcqãZÅ¡øtC ÇÊËÑÈ  
128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
4.      Cinta antar sesama hamba.
Cinta antara sesama hamba dapat terjalin berkat kasih sayang serta tanggung jawab di antara manusia untuk saling menghormati, menyayangi serta mengasihi. Dalam hal ini, Al-Qur’an banyak memberikan penjelasan mendasar tentang topik tersebut, seperti; kecintaan bapak/ibu kepada anaknya, kecintaan anak kepada kedua orang tuanya, kecintaan antar saudara, serta kecintaan sang suami kepada istrinya dan lain-lain. Contohnya cinta orang tua terhadap anak melebihi cinta anak kepada orangtua. Bacalah kisah Nabi Nuh a.s. yang merupakan salah seorang dari lima nabi yang paling utama. Betapapun anaknya durhaka kepada Allah dan membangkang orangtua, cintanya tidak luntur. Sampai detik-detik terakhir, beliau masih mengajak anak kandung beliau untuk menumpung ke perahu di tengah gelombang yang laksana gunung.[10]
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang". dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah anak itu Termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Hud: 42-43).
            Setelah anaknya tenggelam pun, ketika air bah surut dan Nuh a.s. bersama kaum yang beriman selamat sampai ke darat, cinta sang ayah belum juga pupus. Ini, antara lain, terbukti dari informasi Al-Qur’an.
45. dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku Termasuk keluargaku, dan Sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya."
46. Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya Dia bukanlah Termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan Termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."  (Hudd: 45-46).
5.      Cinta hamba kepada makhluk Allah selain manusia.

Dalam Al-Qur’an pun di jelaskan jenis-jenis Hubb, diantaranya:
1.      Hubb Al-Syahwat; Ali Imran: 14, Al-Furqan 54
2.      Hubb Al-Hurriyah (ingin bebas); An-Nahl: 29
3.      Hubb Istitlaq (Ingin tahu); Al-Baqarah: 269, Muhammad: 25
4.      Hubb Jam’i (ingin berkumpul); Al-A’raf: 108, Al-Anbiya: 36
5.      Hubb Maal (Ingin harta kekayaan); Al-Hajj: 41, Ibrahim: 10
6.      Hubb Maadah (Ingin dipuji); Luqman: 12,
7.      Hubb Risalah (Ingin memimpin); At-Taubah: 51, Al-A’raf: 40

C.    Orang yang dicintai dan tidak dicintai oleh Allah
Siapa saja yang dicintai Allah

1. Yang berinfaq pada jalan Allah SWT, tidak kikir/tidak bakhil (QS. Al-Baqarah: 195)
2. Orang yang bertaqwa (QS. Ali-Imran: 76).
3. Tawakkal dalam berdakwah  (QS. Ali-Imran: 159).
4. Berjihad (QS. Ash-Shaff: 4)
5. Bersikap jujur dalam bernegara walau berlainan agama (QS. Al-Mumtahanah:7-9)
6. Jangan saling menghina, buruk sangka ke sesama manusia (QS. Al-hujurat 11-13)
7. Sucikan diri dengan taqwa (At-taubah 108)
8. Yang beriman kepada Allah SWT dan yang tidak kafir (QS. Ali imran 31)
9. Tidak pemarah, pemaaf (QS. Ali imran 133-134)

Siapa yang tidak dicintai Allah SWT
1.      Orang yang tidak mau bersyukur dan yang berbuat dosa (QS. Al-Baqarah 276)
2.      Membela orang khianat (QS. An-nisa 107)
3.      Ingkar janji dan khianat (QS. Al-maidah 13)
4.      Membuat kerusakan di muka bumi (QS. Al-baqarah 105)
5.      Berdoa dengan keras – sombong (QS. Al-a’raf 55)
6.      Bangga (sombong) dengan segala fasilitas yang dimiliki (QS. Al-qasshas 76)
7.      Zhalim dan menzhalimi diri dan orang lain (QS. Ali imran 59)
8.      Mengeraskan suara keji dan kotor (QS. An-nisa 148-149)
9.      Berkata dusta dan makan yang haram (QS. Al-maidah 52)
10.  Bila panen tidak bayar zakat (QS. Al-an’an 141)

D.    Cara mencintai Allah[11]
Cinta adalah dasar dan prinsip perjalanan menuju Allah. Semua keadaan dan peringkat yang dialami oleh pejalanan, adalah tingkat-tingkat cinta kepada-Nya, dan semua peringkat (maqam) dapat mengalami kehancuran, kecuali cinta. Ia tidak bisa hancur dalam keadaan apapun selama jalan menuju Allah tetap ditelusuri. Begitu tulis sementara sufi.
Ketika ditanya siapa yang wajar disebut pencinta Allah, Al-Junaid menjawab. “dia yang tidak menoleh kepada dirinya lagi, selalu dalam hubungan intim dengan Tuhan melelui dzikir, senantiasa menunaikan hak-hak-Nya, memandang kepada-Nya dengan mata hati, terbakar sinarnya oleh sinar hakikat Ilahi, mereguk minuman dari gelas cinta-Nya. Tabir pun terbuka baginya sehingga Sang Mahakuasa muncul dari tirai-tirai gaib-Nya. Maka tatkala berucap, dengan Allah dia. Tatkala berbicara, demi Allah dia. Tatkala berbicara atas perintah Allah dia. Tatkala diam, bersama Allah dia.”
Cinta manusia kepada Allah adalah suatu kualitas yang mengejawantah pada diri seorang yang beriman sehingga menghasilkan ketaatan, penghormatan dan pengagungan kepada-Nya. Dengan demikian, dia lebih mementingkan Allah dari selain-Nya. Dia menjadi tidak sabar dan resah untuk tidak memandang dan memenuhi kehendak-Nya. Dia tidak menyebut yang lain kecuali mengingat-Nya pula, dan puncak kenikmatan yang dikecupnya adalah ketika berdzikir sambil memandang keindahan, keagungan dan kebesaran-Nya.
Al-Quraisyi melukiskan cinta manusia kepada Allah atau mahabbah sebagai, “mementingkan kekasih dari sahabat”. Maksudnya mementingkan hal-hal yang diridhai kekasih, dalam hal ini Allah SWT., dari pada kepentingan ego, jika kepentingan tersebut bertentangan dengan ketentuan Allah. Al-Qur’an secara tegas menyatakan, kalau kamu mencintai Allah, maka iktilah aku, niscaya Allah mencintai kamu (QS. Ali-Imran: 31). Ukuran cinta adalah ketaatan kepada Allah, ketaatan yang tidak boleh ditunda, tidak juga dipikirkan apakah dipenuhi atau tidak. Iblis yang diperintahkan Allah untuk sujud, tetapi karena dia tidak sujud pada saat dia diperintah Allah.

2.      JU’
A.    Definisi
Dalam kitab lisanul arab karya Ibnu mandhur kata جوع  memiliki arti leksikalاسم للمَخْمَصةِ وهو نَقِيضُ الشِّبَع yaitu suatu ungkapan yang di gunakan untuk rasa lapar dan merupakan antonim dari kata kenyang. Merupakan akar kata dari kata جاعَ يَجُوعُ جَوْعاً وجَوْعةً ومَجاعةً فهو جائعٌ وجَوْعانُ.
Secara leksikal kata جوع memiliki makna, suaatu kepedihan yang ada pada hewan (manusia) yang di karenakan kosongnya lambung dari makanan[12]. Kata مَجاعةً merupakan ungkapan yang di gunakan sebagai waktu atau musim kemarau. Kata  جائعٌ di gunakan sebagai orang yang lapar sedangkan جَوْعان merupakan ungkapan untuk arti benar-benar lapar. Dalam al-Qur’an sesuai  dengan apa yang tertera pada kitab Mu’jam Mufahras Li al-Fadz al-Qur’an milik Muhammad Fuad ‘Abdu al-Baqi terdapat dua bentuk kata yang mengacu pada kata  جوع yaitu جوع itu sendiri dan تجوع yang merupakan bagian dari akar katanya, dalam posisi fi’il mudhori’. Ayat-ayat yang mengandung kata جوع , yaitu :
-          Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ  
-          155. dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
-          z>uŽŸÑur ª!$# WxsWtB Zptƒös% ôMtR$Ÿ2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜB $ygÏ?ù'tƒ $ygè%øÍ #Yxîu `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsŒr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqyø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 šcqãèuZóÁtƒ ÇÊÊËÈ  
-          112. dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian  kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
-          žw ß`ÏJó¡ç Ÿwur ÓÍ_øóム`ÏB 8íqã_ ÇÐÈ  
-          7. yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.
-          üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ  
-          4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
-          ¨bÎ) y7s9 žwr& tíqègrB $pkŽÏù Ÿwur 3t÷ès? ÇÊÊÑÈ  
-          118. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang,

Jadi sesuai dengan apa yang tertera pada Mu’jam Mufahraz li alfadz al-Qur’an kata yang berhubungan dengan kata جوع berada pada 5 tempat atau ayat ; (1) al-Baqoroh : 155 (2) an-Nahl : 112 (3) al-Ghosiah ; 7 (4) al-Quraisy : 4 (5) Thoha : 118.

                         
B.     Makna Kata جوع dalam al-Qur’an
 Makna kata جوع banyak yang sejalan dengan makna leksikalnya yaitu rasa lapar walupun dengan bermacaam-macam aspek penyebab rasa lapar itu, puasa ramadhan, perang dll. Rasa lapar ini selalu bermaksud akan kesedihan (negatif). Dan sering digaris luruskan dengan musibah. Dalam myenyikapi rasa mmusibah ini mungkin timbul rasa musykil dan peertanyaan orang : “Mungkinkah kita mengelakkan diri dari perasaan sedih atau susah karena ditimpa musibah?”. Jawabnya sudah pasti, yaitu rasa sedih dan susah mesti ada. Sedangkan Nabi s.a.w. kematian putranya Ibrahim bersedih juga dan titik juga air mata beliau. Bahkan tahun kematian istri beliau yang tut, Khadijah, beliau namai Tahun duka. Rasa yang demikian tidaklah dapat dihilangkann, karena dia adalah sifat jiwa. Dia timbul dari rasa belas kasihan, atau rahmat[13].
Mengambil contoh salah satu ayat dalam kitab tafsir yang berkaitan dengan kata جوع :
-            Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ  
155. dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar
Dari Mastna dari Abdulloh bin Sholih dari Muawiyaah dari ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas berkata :  Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# , di maksudkan sesungguhnya Alloh telah mengkabarkan kepada kaum mu’min  sesungguhnya dunia merupakan tempat cobaan dan mereka di uji di dalam nya, dan mereka punn di perintah kan untuk bersabar yang kemudian diberilah mereka kabar gembira, yaitu mereka yang bersabar. Kemudian di kabarkan sesungguhnya mereka melakukan ini tidaklah sendiri melainkan bersama para nabi supaya tentramlah jiwanya[14]. Maksud kata Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur adalah sesungguhnya Alloh telah mengabarkan kepada orang-orang mu’min sesungguhnya Ia akan memberikan cobaan kepada mereka. Kemudian kata &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur , yaitu ketakutan dari pada musuh orang-orang mu’min, dari golongan kafir dan munafiq dalam peperangan dan جوع disana diartikan kemarau yang sangat ssehingga menimbulkan musim paceklik. Itu semua merupakan cobaan bagi orang-orang mu’min yang mengikuti Nabi. Namun Alloh pun juga akan menggantikannya yang lebih pada waktunya ketika mu’min itu mampu untuk menyikapinya dengan baik, sabar.





[1] Dr. Mahmud bin Asy-Syarif, Al-Qur’an bertutur tentang Cinta, Yogyakarta: PENERBIT CAHAYA HIKMAH, 2003, hlm. 38
[2] Ibid, hlm. 38
[3] Ibid, hlm. 39
[4] M. Quraish Shihab, Untaian Permata Buat Anakku: Pesan Al-Qur’an untuk Mempelai, Bandung: Mizan, 1998, hlm. 40.
[5] Dr. Mahmud bin Asy-Syarif, Al-Qur’an bertutur tentang Cinta........hlm. x, dalam  pendahuluan
[6] Ibid,
[7]Ibid, hlm. 
[8] Ibid, hlm.
[9] Ibid, hlm. 151
[10] M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, Bandung: Mizan, 2007, hlm. 108.
[11] Ibid, hlm. 157.
[12] Al-Ashfahani, Mu’jam Mufrodat li alfadz al-Qur’an
[13] Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar juz II, hlm 34
[14] Al-Thabari, Tafsir Thabari

Tidak ada komentar: